Pandemi Covid 19 sudah dicabut oleh pemerintah Indonesia, namun tagihan rumah sakit pelayanan pasien Covid 19 anggota Asosiasi Rumah Sakit Swasta Indonesia (ARSSI) belum lunas. Hal ini disampaikan oleh Ketua Umum ASSRI drg Ling Ichsan Hanafi, MARS.,MH dalam konferensi pers yang diselenggarakan di Jakarta. "Ada pembayaran belum dilakukan atas pelayanan pasien Covid 19 yang belum dituntaskan,"ungkap drg Hanafi pada konferensi pers di Jakarta Pusat, Jumat (2/2/2024).

Ia menyebutkan, tarif yang belum dibayarkan sesuai dengan keputusan Menteri Kesehatan Republik Indonesia (KMK) Nomor 5673 Tahun 2021. Klaim tarif tagihan untuk pelayanan pasien Covid 19 di dalam aturan ini adalah Rp 8,8 triliun. Namun, di tengah jalan Kementerian Kesehatan mengubah petunjuk teknis kalimat biaya Covid 19 tanpa curah pendapat.

Kemenkes menerbitkan aturan KMK. Nomor 1112 Tahun 2022, pada 7 April 2022. ARSSI Desak Kemenkes Lunasi Tagihan Biaya Pelayanan Pasien Covid 19 Triliunan Rupiah Kemenkes Belum Bayar Tagihan Pelayanan Pasien Covid 19 Rp 5,4 Triliun, RS Swasta Ajukan Somasi

RS Swasta Tuntut Pemerintah Lunasi Tagihan Layanan Covid 19, Begini Tanggapan Kemenkes Arssi Lampung Minta Seluruh RS Jaga Komunikasi dengan Keluarga Pasien 200.601 Jemaah Lunasi Biaya Haji Tahap Pertama

KPK Periksa Tersangka Kasus Korupsi Pengadaan APD Covid 19 Kemenkes 351 JCH Riau Belum Lunasi Pembayaran Biaya Haji 100 Persen Jemaah Sulsel Sudah Lunasi Biaya Haji

Klaim tagihan dalam KMK Nomor 1112 Tahun 2022, kata drg Hanafi, turun menjadi Rp 3,4 triliun. Sehingga masih ada biaya Rp 5,4 triliun yang belum dibayarkan Padahal, menurut Sekretaris Jenderal ARSSI dr Noor Arida Sofiana, MBA.,MH, pelayanan terhadap pasien Covid 19 telah dilakukan.

Mulai dari penyediaan ruang isolasi, pengadaan alat alat kesehatan hingga pembelian obat obatan. Selain itu, juga ada biaya untuk membayarkan tenaga kesehatan (nakes) yang melayani pasien. "Dalam hal ini berdampak juga. Sudah memberikan pelayanan dan juga sudah merencanakan pembelian peralatan kesehatan, pembiayaan terhadap nakes yang sudah menjalani Covid 19," tutur dr Noor.

Dan ini, kata dr Noor akan berdampak pada pelayanan kesehatan masyarakat. "Dan saat ini kami sedang melakukan proses pemulihan pasca pandemi. Tentu biaya itu sangat membantu bagi rumah sakit swasta dalam proses pengembangan dan pembenahan di pasca pandemi," jelasnya. Menurut dr Noor, sudah terjadi kerugian pada rumah sakit swasta .

"Kami sudah turut berkontribusi, tentunya tanggungjawab kami rumah sakit swasta membantu pemerintah dan pasien penderita Covid 19 dan tenaga kesehatan garda terdepan itu sangat membuat kaget anggota kami," tuturnya. "Tentunya dengan selisih tarif hampir berkurang 60 persen tagihan kita harus tagihkan. Tentunya pelayanan ini sudah dilaksanakan dalam pemberian pelayanan," jelasnya. Apa lagi kata dr Noor dalam pemberian layanan mewakili RS swasta yang berdiri mandiri tanpa dapat subsidi dari pemerintah.

Telah hampir satu tahun lebih ARSSI melakukan permohonan kepada Kementerian Kesehatan. Tiada tanggapan, pihaknya pun melakukan somasi dan menunjukkan kuasa hukum. "Sudah berproses minta kepada Kemenkes menunda KMK Nomor 1112 Tahun 2022. Namun tidak ada jawaban secara memuaskan. Akhirnya kami memutuskan dari pengurus pusat, cabang dan anggota untuk meneruskan somasi kepada Kemenkes," jelas dr Noor.

Pihaknya pun mengaku telah diundang oleh Kemenkes. Tapi, jawaban Kemenkes belum menyetujui usulan yang disampaikan. "Akhirnya sebagai masyarakat kami mengadu pada ombudsman RI. Karena kami sebagai pemberian layanan mewakili faskes RS swasta yang berdiri mandiri tanpa dapat subsidi pemerintah," tambahnya.

Namun, jawaban ombudsman yang ditunggu selama lima bulan menurut ARSSI terkesan membenarkan keputusan dari Kemenkes. Kuasa Hukum Muhammad Joni, S.H., M.H ungkap respon Ombudsman jumping conclution karena menyitir Pasal 59 ayat 6 Undang Undang Nomor 30 Tahun 2014 tentang Administrasi Pemerintah. Isi pasal ini berbunyi 'suatu keputusan tidak dapat berlaku surut kecuali menghindari kerugian lebih besar dan/atau terabaikan hal warga masyarakat.'

"Jika pasal ini mengatur pengecualian keputusan dapat berlaku surut hanya diperuntukkan untuk perlindungan warga, bukan untuk membuat keputusan," tegas Joni. ARSSI pun sampaikan tiga pernyataan terbuka. Pertama, meminta presiden Republik Indonesia ikut menuntaskan kisruh pembayaran tagihan RS Anggota ARSSI.

Kedua, Mengingatkan Menkes bertanggungjawab mutlak atas tagihan RS Anggota ARSSI yang tidak dibayarkan akibat beleids KMK Nomor 1112 Tahun 2022 yang berlaku surut. Ketiga, meminta pemeriksaan lebih lanjut/investigasi atas motif dan tindakan yang merugikan RS Anggota ARSSI. Artikel ini merupakan bagian dari

KG Media. Ruang aktualisasi diri perempuan untuk mencapai mimpinya.

Tinggalkan Balasan

Alamat email Anda tidak akan dipublikasikan. Ruas yang wajib ditandai *